jump to navigation

PENGAWET ALAMI PENGGANTI FORMALIN SUDAH ADA SEJAK DULU March 20, 2006

Posted by Bedjo in Healt.
trackback

Kasus ditemukannya formalin dalam beberapa produk makanan, tidak hanya menyadarkan masyarakat untuk lebih selektif dalam mengkonsumsi makanan, namun di sisi lain juga membuat kita meninjau kembali bagaimana seharusnya penggunaan pengawet dalam makanan dan produk olahan lainnya.

Hal in juga menimbulkan wacana terhadap alternatif bahan pengawet yang lebih aman bagi kesehatan tubuh manusia.

Bahan pengawet memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian, pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga kini, penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas, tanpa mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen.

Sesuai SK Menkes Rl No.722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau mengharnbat fermentasi, pengasamanan atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut Food and Drugs Administration (FDA), keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas yang dapat terjadi dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan, termasuk potensi menyebabkan kanker. Pengawet tidak boleh digunakan untuk mengelabui konsumen dengan merubah tampilan makanan dari seharusnya. Contohnya pengawet yang mengandung sulfit dilarang digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging segar atau bukan.

Pada hewan, formalin jelas bersifat karsinogenik karena dari penelitian rnenggunakan hewan percobaan yang dipaparkan formalin dengan konsentrasi 6 sampai 15 ppm selama 2 tahun ternyata formalin menginduksi squamous-cell carcinoma pada rongga hidung tikus dan mencit. Karena penggunaan formalin masih marak di masyarakat. Realitas yang ada pengawet masih tetap dibutuhkan, maka diperlukan adanya alternati lain yang dapat menggantikan formalin sebagai pengawet, salah satunya adalah biji Kepayang

Biji Kepayang

Tanaman ini berasal dari tumbuhan Pangium edule dengan klasifikasi sebagai berikut :
Divisio: Spermatophyta
Sub Divisio: Angiospermae
Kelas: Dikotiladonae
Bangsa: Cistales
Suku: Flacouritaceae
Genus: Pangium
Spesie: Pangium edule Tanaman ini mempunyai beberapa nama sesuai daerah dimana tanaman ini berada. Dalam Bahasa Indonesia, disebut Kepayang, sedangkan menurut bahasa Melayu disebut Pangi. Sebutan lain untuk kepayang pada beberapa wilayah di Indonesia
Jakarta :Pucung
Sumatera Utara: Hapesong
Minangkabau: Kapayang, Lapencuang, Kapecong, Simaung
Lampung: Kayu tuba
Jawa Barat : Pacung, Picung
Jawa Tengah : Pakem
Bali dan Bugis :Pangi
Sumbawa dan Makasar : Kalowa

Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya.
Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut ikan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian biji Kepayang. Selain sebagai pengawet ikan, masih banyak kegunaan tanaman ini, misalnya kayunya dapat dipakai untuk batang korek api, daunnya digunakan sebagai obat cacing dan bijinya sebagai antiseptik. Kulit kayu yang diremas-remas dan ditaburkan diatas air dapat mematikan ikan(tuba ikan) maupun udang. Selain itu, inti biji yang digerus dapat digunakan untuk membersihkan kutu/ caplak pada lembu. Namun, harus diperhatikan jangan sampai termakan pada saat dilakukan pengobatan karena mengandung asam sianida. Cara menghilangkan asam sianida pada biji Kepayang adalah; buah yang masak dan jatuh sendiri disimpan selama ± 10 – 14 hari sampai terlihat daging buahnya membusuk, lalu bijinya dipisahkan, dicuci dan direbus cukup lama, dinginkan selanjutnya ditumpuk dalam lubang di luar rumah, lalu ditutupi dengan daun pisang serta tanah. Biarkan biji terkubur selama 40 hari, setelah itu dikeluarkan dan dibersihkan. Akan diperoleh biji dengan isi warna coklat, berlemak, licin dan siap dijual ke pasar dengan nama kluwak. Pada daerah tertentu seperti di Sumatera Barat minyak yang dihasilkan biji kepayang dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak bening diperoleh dengan cara biji-biji yang sudah masak mula-mula direndam dalam air selama 2-3 jam lalu dikupas, noda hitam dalam inti biji dibuang . Setelah itu biji direndam dalam air selama 24 jam . Kemudian biji dijemur pada panas terik matahari hingga biji mengeluarkan minyak jika dipijit. Ternyata sejak dulu telah dikenal bahan pengawet alami yang lebih aman untuk digunakan dalam proses pembuatan makanan olahan. Kini yang diperlukan adalah komitmen bersama dari kalangan dunia usaha untuk bisa menerapkannya. Tentu saja langkah tersebut membutuhkan sosialisasi yang intens dan arahan dari pemerintah serta pihak terkait lainnya.

Comments»

1. doctorizer - February 12, 2011

thanks artikelnya…

2. GAG USAH PAKE FORMALIN! YANG AMAN JUGA ADA KOK | Dani Puji Utomo's Blog - May 9, 2011

[…] Untuk info lebih lanjut silahkan kunjungi situs berikut, click here!! […]

3. Pras Purworo (@PrasPurworo) - May 25, 2012

Cara Penggunaan untuk mengawetkan bagaimana, karena ia kan memiliki racun bila salah mengolahnya.


Leave a comment